banner 728x250

Kisah Satu Keluarga di Maros Tinggal di Rumah Reyot, Pinjam Uang Untuk Beli Beras Seliter

  • Bagikan

MAROS, Millenialpedulibone.com – Di tengah pesatnya perkembangan pembangunan, masih ada warga yang hidup dalam kondisi yang jauh dari kata layak. Harlina, warga Dusun Pallantikang, Desa Pajukukang, kecamatan Bontoa, Maros, Sulawesi Selatan, ikut diliputi kecemasan.

Kondisi rumah sangat memprihatinkan. Sebagian atapnya telah hilang, sehingga ketika hujan turun, air langsung membasahi seisi rumah. Dinding rumah hanya terbuat dari kayu lapuk, sementara tiang penyangga sudah miring. Ketika angin kencang berembus, rumah bergetar hebat.

“Kalau hujan datang, rumah kami ikut menangis,” kata Herlina pelan, sambil memandangi langit-langit yang berlubang di sudut dapur.

Harlina tinggal bersama suaminya, Yaco, dan keempat anak mereka di rumah panggung peninggalan orang tua. Rumah itu lebih layak disebut sebagai bangunan yang menunggu waktu untuk ambruk.

Lantainya bolong-bolong, dindingnya lapuk dimakan usia, dan atapnya bocor di hampir semua sisi. dari luar, rumah ini bahkan tampak seperti sudah lama ditinggalkan penghuninya.

Isi rumah pun sangat sederhana. Hanya ada sebuah ranjang tua, serta televisi dan kulkas yang sudah rusak. Untuk tidur, mereka terkadang hanya beralaskan papan berlubang.

Keluarga kecil ini hidup dalam kemiskinan yang membelit. Yaco, sang kepala keluarga, bekerja serabutan. Kadang ojek, kadang buruh bangunan. Namun penghasilannya tak menentu, paling banyak Rp 100 ribu perhari. Jangankan memperbaiki rumah, untuk makan saja mereka kerap harus meminjam beras dari tetangga.

“Pernah cuma dapat satu liter beras, itu pun pinjam. Malu rasanya, tapi apa daya,” kata Harlina, dengan suara berbisik.

Mereka bahkan tak punya lemari. pakaian ditumpuk begitu saja di atas laci atau disudut ruangan. Anak anak pun tidur seadanya, tanpa kasur empuk atau bantal bersih. Di dapur, papan papan lantai sudah nyaris lepas dari tempatnya, berjalan di sana seperti melangkah di jebakan.

Sudah berkali kali Harlina dan keluarganya didata untuk program bedah rumah. Petugas datang, memotret, mencatat. tapi tak pernah ada kelanjutan. bantuan itu hanya sebatas janji yang menguap bersama waktu.

“Sudah berapa kali didata, tapi tidak pernah dibantu. Mereka datang, ambil foto, terus hilang,” ucap Harlina, Matanya berkaca kaca ketika menceritakan bagaimana suaminya pulang bekerja di bawah terik matahari hanya untuk mendapat upah yang tak seberapa.

Meski hidup dalam keterbatasan, Harlina tak patah semangat. Ia tetap berjuang, mengutamakan pendidikan anak anaknya, dan berharap suatu hari mereka bisa hidup lebih baik dari orang tuanya. Rumah boleh reyot, tapi harapan itu masih kokoh berdiri di hati Harlina.

“Apa pun yang terjadi, saya ingin anak anak tetap sekolah. Itu yang utama sekarang,” tuturnya.

Bagi Harlina, rumah itu bukan sekadar tempat berteduh. Itu adalah warisan, satu-satunya yang mereka punya. dan di balik dinding lapuk serta lantai bolong itu, tersimpan keteguhan hati seorang ibu yang tak menyerah pada keadaan.

Pemerintah setempat bukannya tidak berbuat apa apa. Kepala Dusun Pallantikang, Usman, mengakui pihaknya sudah lama mengusulkan bantuan untuk keluarga Harlina, baik ke pemerintah daerah maupun Baznas. Namun entah mengapa, permohonan itu tidak pernah terealisasi.

Meski sudah pernah beberapa kali didatangi oleh petugas untuk mendata, namun selalu saja tidak ada hasil. lebih mirisnya lagi, bantuan bedah rumah malah didapatkan oleh warga lain yang rumahnya masih sangat layak.

“Sudah lebih dari sepuluh tahun diajukan. Pernah diusulkan ke Baznas juga, tapi tidak pernah jadi. kami juga bingung kenapa,” jelas Usman.

Usman pun berharap, agar kali ini pemerintah bisa lebih serius membantu warganya itu. Sebab, kondisi rumah itu semakin mengkhawatirkan. Takut dikemudian hari terjadi apa apa bagi keluarga malang itu.

“Kami sangat berharap ini segera ditangani serius. bukan diberi bantuan terpal atau indomie saja. Tapi rumah mereka ini harus segera di perbaiki biar tidak terjadi apa apa di mereka,” pungkasnya.

Kisah keluarga Harlina menjadi pengingat bahwa masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, bertahan dalam kondisi yang tidak manusiawi, dan terpinggirkan dari perhatian program-program bantuan sosial.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *